Member of Saiensu_Sparow Squad

Member of Saiensu_Sparow Squad

Tuesday, September 10, 2013

AIR



Air yang tenang terkadang resah dengan adanya arus. Arus yang pasti akan membawanya mengalir menuju muara. Tak akan tau arahnya kemana, yang pasti ke laut. Tapi, laut yang bagaimana kondisinya?  bersuhu panas, dingin, atau sedang? Apakah laut tersebut tenang setenang laut mati? Atau justru akan terjadi banyak badai disana?
Air yang tenang hanya butuh, mungkin hanya, setitik warna yang diteteskan padanya. Tinta tersebut akan menyebar ke seluruh bagiannya, dan membuat air tersebut berwarna. Setidaknya warna tersebut akan lebih memberikan warna dalam perjalanannya menuju laut. Dibandingkan jika hanya dengan warna aslinya yang tak berwarna. Malah terkadang berwarna keruh, karena kondisi lingkungannya yang tidak kondusif.

Monday, July 15, 2013

MaBelle et MeBeau (Tanpa Diduga Part 1)



4.        Tanpa Diduga
            Suasana gedung olahraga kampus hari ini cukup ramai. Sefa mengambil handphonenya dan mulai mengetik.“Kak Meta, dimana ?” Sefa pun mengirimnya ke nomor Meta. Beberapa detik kemudian terdengar nada pesan masuk di handphone Sefa. “Belum, Fa. Kamu tunggu di dalem aja sambil nyari tempat duduk yang bagus buat nonton. Kakak sebentar lagi sampe”. Membaca pesan tersebut Sefa kemudian masuk ke dalam gedung. Saat sampai di dalam Sefa bingung mau duduk dimana. Karena sudah banyak orang. Tiba-tiba Sefa mendengar seseorang memanggil namanya. Sefa pun menoleh ke arah suara tersebut.
            “Sefa! Duduk sini aja!”
            “Ha? Setya?!” kata Sefa dalam hati. Dia bingung sekaligus senang.
            Lambaian setya membuat Sefa menghampirinya. Sefa pun duduk di samping Setya.
            “Hai, Fa! Kamu juga suka nonton basket? Sama siapa? Sendiri?” tanya Setya.
            “Hai. Iya aku suka nonton basket. Enggak , aku enggak sendiri. Aku udah janjian sama seseorang.” Jawab  Sefa, “Aku nggak sendiri kan aku sama kamu, Setya!” batin Sefa. “Kamu sendiri atau sama siapa?” tambah Sefa.
            “Aku...kalo tadi sih aku sendiri. Tapi sekarang kan udah sama kamu. Hehe.” Jawab Setya sambil memandang Sefa.
            “O..o gitu ya? Ehehe.” Sefa senang mendengar Setya berkata seperti itu. Dia menjadi sedikit kaku duduk di samping Setya.
           Setelah  itu keduanya terdiam sambil memandang para pemain basket yang sedang melakukan pemanasan. Sefa tak mengetahui jika Meta sudah sampai di sampingnya. Sefa masih memikirkan kata-kata Setya tadi.
            “Hei, Fa!” sapa Meta.
            “Eh Kak Meta. Udah dari tadi?” Balas Sefa dengan setengah kaget.
            “Enggak. Baru aja kok.”
            “Hai, Kak Meta!” sapa Setya yang ternyata mengenal Meta.
            “Hai, Setya!” jawab Meta.
            “Jadi kalian udah saling kenal ya?” tanya Sefa.
            “Iya. Kan Setya tetangga aku.” jawab Meta.
            “Oh..kok aku nggak tau ya?”
            “Emang kamu tau apa tentang aku?” timpal Setya.
            “E e..?” Sefa gelagapan dengan pertanyaan Setya kali ini. Nggak lucu kan kalau ketahuan kalau diam-diam selama ini dia memerhatikan Setya.
            “Eh udah mulai tu!” teriak Meta mengalihkan pembicaraan kepada pertandingan yang sudah dimulai.
            Sefa menghela napas lega. Beruntung pertandingan sudah dimulai, jadi dia tidak harus merasa nervous menjawab pertanyaan Setya.
Sepanjang jalannya pertandingan para penonton bersorak-sorai memberi semangat pada tim dukungan mereka. Sefa dan Meta terlihat sangat bersemangat saat tim kampusnya mencetak skor, apalagi jika Uki yang mencetaknya. Setya pun ikut senang dengan itu. Tapi dia merasa tidak enak saat Sefa meneriakkan kata-kata penyemangat untuk Uki. Saat pergantian babak Setya mencoba mengajak Sefa mengobrol.
“Ini Fa, minum dulu.” Setya memberikan sebotol air mineral pada Sefa.
“Terima kasih.” Sefa meminum air mineral itu.
“Kamu ngefans sama Uki ya, Fa?” tanya Setya tiba-tiba.
“Nggak ngefans lagi. Suka banget malah. Bahkan aku deket banget sama dia.”
“Ha? Deket banget?” Setya sedikit terkejut.
“Iya. Emangnya kenapa?” Sefa merasa heran dengan tanggapan Setya barusan.
“E..nggak apa-apa kok.” Jawab Setya gelagapan.
Sefa pun kembali menyaksikan pertandingan. Sedangkan Setya masih memikirkan ada hubungan apa antara Sefa dan Uki. Sisa pertandingan hanya Setya habiskan untuk memikirkan hal tersebut. Dia sama sekali tidak mengamati jalannya pertandingan. Sesekali dia menengok Sefa lalu kembali dengan pikirannya.
----@----

Sunday, July 14, 2013

MaBelle et MeBeau (Karena Dia)



3.        Karena Dia
            Keesokan harinya semuanya sudah siap untuk sarapan pagi, kecuali Sefa yang masih di kamarnya. Sefa bangun kesiangan karena semalam sulit tidur.
            “Sefa! Ayo cepat, nak! Nanti kak Uki berangkat duluan lho!” ucap Mama Maula dengan setengah berteriak pada Sefa.
            “Nggak apa-apa lah, Ma. Biar Uki nunggu. Nggak buru-buru amat kok.” Jawab Uki.
            “Itu biar sefa bisa lebih cepet aja. Biar nggak keterusan nantinya.” Jawab Mama Maula sambil tersenyum.
            “Nggak lah, ma. Baru kali ini kan Sefa gitu. Biasanya yang gitu kan Uki kalo nggak Nala. Sefakan anaknya rajin. Pasti semalam dia nggak bisa tidur.” Ucap Uki.
            “Iya pasti kak Sefa nggak bisa tidur semalem.” Tambah Nala.
            “Lho..memangnya kenapa?” tanya Mama Maula dan Papa Adri serempak yang dikuti oleh tawa kedua anaknya itu. Mereka pun heran.
            “Kalian ini ditanya kok malah ketawa?” kata Papa Adri.
            “Abisnya Mama sama Papa kompak banget  nanyanya. Jadi lucu, ya nggak, Dek?” jawab Uki sambil menoleh kearah Nala.
            Sefa pun keluar dari kamarnya. Sefa bingung dengan ekspresi keluarganya yang memandangnya. Mama dan Papa memandang dengan wajah heran, sedangkan kedua saudaranya tertawa-tawa sambil mengoles mentega pada roti masing-masing.
            “Ada yang aneh ya? Kayanya hari ini pakaian Sefa biasa aja deh.” Tanya Sefa yang masih bingung, kemudian duduk di kursi makan.
            “Kata Kak Uki sama Nala, semalem kamu nggak bisa tidur. Kenapa?” tanya Mama Maula.
            “Ha?! Enggak kok. Kak Uki sama Nala aja yang sok tahu. Iya kan?” tanya Sefa pada Uki dan Nala sambil melototi keduanya.
            “E...iya Nala Cuma ngarang kok.” Jawab Nala.
            “Iya iya. Uki juga asal tebak aja.” Tambah Uki.
            Sebetulnya benar apa yang dikatakan Uki dan Nala, Sefa tidak bisa tidur semalam. Tapi mereka berdua berpur-pura kalau itu tidak benar karena Sefa memberikan ancaman melalui matanya. Uki dan Nala mengerti kalau Sefa tidak mau Mama dan Papanya tahu tentang itu semua. Jadi mereka menutup mulut mereka.
            “Kalau gitu ayo cepat sarapannya. Nanti terlambat.” Ucap Mama Maula.
            Semuanya pun makan dengan lahap. Setelah selesai Papa Adri, Uki, Sefa dan Nela pun berpamitan pada Mama Maula. Nala berangkat dengan Papa Adri menggunakan mobil keluarga, sedangkan Sefa berangkat dengan Uki menggunakan sepeda motor Uki.
            Saat di jalan Sefa memulai pembicaraan.
            “Tadi kakak bilang apa ke Mama? Kok Mama bisa tahu kalo aku nggak bisa tidur semalem?”
            “Aku cuma bilang kalo kamu nggak bisa tidur gitu aja. Nggak bakalan aku bilang karena Setya kan?”
            “Kok kakak juga tahu karena Setya?”
            “Ya biasa orang kasmaran kan gitu. Apalagi abis menikmati hari dengan orang yang ditaksir.”
            “O jadi gitu ya? Berati dulu kakak juga gitu ya pas belum jadian sama Kak Meta?”
            “Tahu sendiri kan dulu waktu awal-awal masuk kuliah kakak suka bangun kesiangan? Tapi sekarang kan udah enggak. Malah sekarang kakak bangunnya paling pagi.”
            “Iya ya. Berarti kalo udah jadian bangunnya bisa pagi, gitu?” Sefa langsung menyimpulkan.
            “Ya nggak juga. Tergantung siapa pacarnya.”
            “Lah kok bisa?”
            “Ya iyalah. Kakak bisa bangun paling pagi karena Meta kalo bangun juga pagi banget, kan dia membantu usaha katering kakaknya dan sambil telepon kakak. Makanya kakak bisa bangun pagi-pagi. Nggak semua orang kaya Meta kan?” jelas Uki.
             “Pantes aja kalo pagi mukanya seger bener, orang pagi-pagi aja udah ditelepon pacar.” Kata Sefa iri dengan hubungan kakak dan pacarnya itu.
            “Besok ada acara nggak? Kak Meta ngajakin nonton pertandingan kakak tu?”
            “Nggak ada. Iya boleh deh. Bilangin Kak Meta ketemunya langsung di sana aja? Di gedung olahraga kampus kan?”
            “Iya. Oke deh nanti kakak bilangin. Kamu mau turun mana?” tanya Uki setelah melewati gerbang kampus mereka. “Depan gedung musik?”
            “Iya deh.” Jawab Sefa singkat.
            Sefa dan Uki memang kuliah di universitas yang sama. Meskipun Uki mengambil kuliah bisnis dia sangat suka berolahraga, apalagi basket. Bahkan dia sudah menjadi pemain inti di tim basket kampusnya. Uki mengambil kuliah bisnis berdasarkan keputusan yang diambilnya sendiri. Dia ingin meneruskan bisnis papanya sekarang. Sebenarnya papanya juga sangat mendukung jika dia mengambil jurusan olahraga, tapi Uki lebih memilih bisnis. Apa boleh buat Papa Adri tidak bisa mengatur jalan hidup Uki, justru dengan demikian bisnis keluarga pun sudah ada calon penerusnya dan Uki pun masih bisa melakukan hobinya berolahraga.
            Uki pun sampai di gedung tempat kuliahnya. Setelah memarkir sepeda motornya, Uki pun menghampiri Meta yang sudah menunggu di depan gedung.
            “Hey. Udah lama?” sapa Uki.
            “Iya. Kok kamu tumben jam segini baru dateng?” tanya Meta.
            “Iya, si Sefa bangun kesiangan. Masuk yuk.. itu dosennya udah dateng.”
            Meraka berdua pun masuk ke ruang kuliah, dan mata kuliah pertama unuk hari ini pun segera dimulai. Uki dan Meta memang satu jurusan dan semesternya pun sama. Jadi setiap hari Uki bertemu dengan Meta. Meskipun mereka berumur sama-hanya berjarak beberapa bulan-tapi Meta merasa Uki adalah pria yang sudah cukup dewasa. Seperti pria yang lebih tua dua atau tiga tahun daripadanya.
Uki dan Meta sudah lama menjalin hubungan. Uki tertarik pada Meta saat pertama melihatnya. Mereka berkenalan saat hari pertama ospek dan mulai dekat setelah masa ospek berakhir. Butuh empat bulan bagi Uki untuk meyakinkan Meta bahwa dia menyukainya. Hingga sampai sekarang perasaan itu pun sudah lebih dalam lagi.

Wednesday, July 3, 2013

MaBelle et MeBeau (Family life Part 2)



.....
Setelah Sefa selesai bercerita.
            “Oh jadi gitu. Seneng banget ni pastinya.” Kata Nala.
            “Ya iyalah.”
            Terdengar bunyi pintu terbuka yang membuat Sefa dan Nala bebarengan menoleh ke arah pintu. Terlihat seorang laki-laki muda dengan handuk di pundaknya.
            “Hayo kalian berdua lagi ngapain? Pasti lagi curhat ya?” kata pria tersebut.
            “Ih  kakak apaan sih?” kata Sefa.
            Ternyata pria muda tersebut adalah kakak Sefa dan Nala. Namanya Uki. Jarak umurnya hanya dua tahun dengan Sefa dan lima tahun dengan Nala. Meskipun sering bertengkar mereka sangat dekat. Semua tahu tentang pribadi masing-masing. Sampai masalah yang sangat pribadi pun mereka mengetahuinya.
            “Nggak  usah ditebak aja kakak udah tahu kali!” jawab Sefa menambahkan.
            “Iya nih si kakak kaya nggak tahu aja. Biasanya juga ikut curhat!” tambah Nala.
            “Oh gitu ya? Kenapa dengan si Setya? Dia punya pacar baru? Atau gebetan baru?” tanya Uki manas-manasin Sefa.
            “Ih...kakak!! Kok gitu banget si sama adiknya! Bukannya didukung!” jawab Sefa dengan kesal.
            “Iya deh. Maaf-maaf. Terus apaan dong?”
            “Pokoknya ini adalah mukjizat bagi kak Sefa.” Celoteh nala.
            “Haha... mukjizat? Rasul kali dapet mukjizat?”
            “Yee...kan kak Uki nggak percaya. Aku ceritain tapi mandi dulu gih! Bau banget!” ucap Nala.
            “Iya tu! Bau banget!” tambah Sefa.
            “Bau ya? Oke deh kakak mandi dulu.”
            Uki pun pergi menuju kamar mandi, dan berpapasan dengan mamanya yang baru keluar dari kamar.
            “Baru pulang, Ki?” tanya Mama Maula.
            “Ya udah agak tadi si, Ma.”
            “Kok mama baru lihat?”
            “Iya mampir dulu di kamar sebelah. Haha.” Jawab Uki dengan tertawa.
            “Kalo pulang itu langsung mandi, jangan ngobrol dulu. Biar nggak kesorean!”
            “Iya, Ma. Udah tahu.” Jawab Uki sambil masuk kamar mandi.
----@----
            Malam harinya, saat makan malam semua anggota keluarga berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama. Termasuk Papa Adri -papa Uki, Sefa dan Nala- yang sudah pulang kerja.
            “Ya sebelum kita makan, marilah kita berdoa semoga makanan ini memberi berkah kepada kita.” Ucap Papa Adri.
            “Amin..”
            Suasana makan di keluarga Sefa sangatlah hangat. Tidak ada yang mengobrol selama mereka makan. Hanya pembicaraan kecil, misalkan menawarkan lauk atau meminta air minum. Keluarga sefa sangat menjaga kebiasaan tersebut. Ketiga saudara itupun sudah terbiasa dengan kebiasaan tersebut karena sudah diajari sejak mereka masih kecil.
----@----
            Mama Maula, Nala dan Sefa membereskan meja makan setelah mereka selesai makan malam. Sementara itu, sepeti biasa Papa Adri duduk di sofa di depan televisi menonton berita atau menonton pertandingan bola jika ada. Uki datang dengan membawa dua cangkir kopi.
            “Ini, Pa kopinya.” Ucap Uki sambil meletakkan secangkir kopi di meja depan papanya.
            “Makasih, Ki. Gimana tadi pertandingannya?” tanya Papa Adri pada Uki yang lusa sudah menceritakan kalau dia akan bertanding basket tadi sore.
            “Ya menang dong, Pa. Papa nggak nonton sih. Coba kalo nonton pasti Papa bakalan rekomendasikan Uki buat ikut main di klubnya temen Papa yang punya klub basket itu.” jawab Uki dengan bangga.
            “O ya? Lain kali Papa nonton deh. Nanti Papa seklian ajak temen Papa. Siapa tahu kamu beruntung bisa main di klubnya.”
            “Sipp deh, Pa!”
            Malam pun semakin larut. Semuanya telah masuk ke kamar masing-masing dan mulai terlelap. Tapi tidak bagi Sefa, dia tidak bisa tidur.
            “Nala! Nala!” panggil Sefa pada Nala-yang berada di ranjang sebelahnya-yang sudah larut dalam alam mimpinya. “Yah..udah tidur ni anak.”
            Sefa masih terbayang-bayang kejadian tadi di kampus. Wajah Setya terus ada di pikirannya. Andaikan Setya tahu apa yang dia rasakan, dan setya pun merasakan hal yang sama pasti hidup Sefa akan jadi lebih sempurna dari sekarang.
            Lama-lama Sefa tertidur dengan khayalan-khayalannya.