3.
Karena Dia
Keesokan
harinya semuanya sudah siap untuk sarapan pagi, kecuali Sefa yang masih di
kamarnya. Sefa bangun kesiangan karena semalam sulit tidur.
“Sefa!
Ayo cepat, nak! Nanti kak Uki berangkat duluan lho!” ucap Mama Maula dengan
setengah berteriak pada Sefa.
“Nggak
apa-apa lah, Ma. Biar Uki nunggu. Nggak buru-buru amat kok.” Jawab Uki.
“Itu
biar sefa bisa lebih cepet aja. Biar nggak keterusan nantinya.” Jawab Mama
Maula sambil tersenyum.
“Nggak
lah, ma. Baru kali ini kan Sefa gitu. Biasanya yang gitu kan Uki kalo nggak
Nala. Sefakan anaknya rajin. Pasti semalam dia nggak bisa tidur.” Ucap Uki.
“Iya
pasti kak Sefa nggak bisa tidur semalem.” Tambah Nala.
“Lho..memangnya
kenapa?” tanya Mama Maula dan Papa Adri serempak yang dikuti oleh tawa kedua
anaknya itu. Mereka pun heran.
“Kalian
ini ditanya kok malah ketawa?” kata Papa Adri.
“Abisnya
Mama sama Papa kompak banget nanyanya.
Jadi lucu, ya nggak, Dek?” jawab Uki sambil menoleh kearah Nala.
Sefa
pun keluar dari kamarnya. Sefa bingung dengan ekspresi keluarganya yang
memandangnya. Mama dan Papa memandang dengan wajah heran, sedangkan kedua
saudaranya tertawa-tawa sambil mengoles mentega pada roti masing-masing.
“Ada
yang aneh ya? Kayanya hari ini pakaian Sefa biasa aja deh.” Tanya Sefa yang
masih bingung, kemudian duduk di kursi makan.
“Kata
Kak Uki sama Nala, semalem kamu nggak bisa tidur. Kenapa?” tanya Mama Maula.
“Ha?!
Enggak kok. Kak Uki sama Nala aja yang sok tahu. Iya kan?” tanya Sefa pada Uki
dan Nala sambil melototi keduanya.
“E...iya
Nala Cuma ngarang kok.” Jawab Nala.
“Iya
iya. Uki juga asal tebak aja.” Tambah Uki.
Sebetulnya
benar apa yang dikatakan Uki dan Nala, Sefa tidak bisa tidur semalam. Tapi
mereka berdua berpur-pura kalau itu tidak benar karena Sefa memberikan ancaman
melalui matanya. Uki dan Nala mengerti kalau Sefa tidak mau Mama dan Papanya
tahu tentang itu semua. Jadi mereka menutup mulut mereka.
“Kalau
gitu ayo cepat sarapannya. Nanti terlambat.” Ucap Mama Maula.
Semuanya
pun makan dengan lahap. Setelah selesai Papa Adri, Uki, Sefa dan Nela pun berpamitan pada Mama Maula. Nala
berangkat dengan Papa Adri menggunakan mobil keluarga, sedangkan Sefa berangkat
dengan Uki menggunakan sepeda motor Uki.
Saat
di jalan Sefa memulai pembicaraan.
“Tadi
kakak bilang apa ke Mama? Kok Mama bisa tahu kalo aku nggak bisa tidur
semalem?”
“Aku
cuma bilang kalo kamu nggak bisa tidur gitu aja. Nggak bakalan aku bilang
karena Setya kan?”
“Kok
kakak juga tahu karena Setya?”
“Ya
biasa orang kasmaran kan gitu. Apalagi abis menikmati hari dengan orang yang
ditaksir.”
“O
jadi gitu ya? Berati dulu kakak juga gitu ya pas belum jadian sama Kak Meta?”
“Tahu
sendiri kan dulu waktu awal-awal masuk kuliah kakak suka bangun kesiangan? Tapi
sekarang kan udah enggak. Malah sekarang kakak bangunnya paling pagi.”
“Iya
ya. Berarti kalo udah jadian bangunnya bisa pagi, gitu?” Sefa langsung
menyimpulkan.
“Ya
nggak juga. Tergantung siapa pacarnya.”
“Lah
kok bisa?”
“Ya
iyalah. Kakak bisa bangun paling pagi karena Meta kalo bangun juga pagi banget,
kan dia membantu usaha katering kakaknya dan sambil telepon kakak. Makanya
kakak bisa bangun pagi-pagi. Nggak semua orang kaya Meta kan?” jelas Uki.
“Pantes aja kalo pagi mukanya seger bener,
orang pagi-pagi aja udah ditelepon pacar.” Kata Sefa iri dengan hubungan kakak
dan pacarnya itu.
“Besok
ada acara nggak? Kak Meta ngajakin nonton pertandingan kakak tu?”
“Nggak
ada. Iya boleh deh. Bilangin Kak Meta ketemunya langsung di sana aja? Di gedung
olahraga kampus kan?”
“Iya.
Oke deh nanti kakak bilangin. Kamu mau turun mana?” tanya Uki setelah melewati
gerbang kampus mereka. “Depan gedung musik?”
“Iya
deh.” Jawab Sefa singkat.
Sefa
dan Uki memang kuliah di universitas yang sama. Meskipun Uki mengambil kuliah
bisnis dia sangat suka berolahraga, apalagi basket. Bahkan dia sudah menjadi
pemain inti di tim basket kampusnya. Uki mengambil kuliah bisnis berdasarkan
keputusan yang diambilnya sendiri. Dia ingin meneruskan bisnis papanya sekarang.
Sebenarnya papanya juga sangat mendukung jika dia mengambil jurusan olahraga,
tapi Uki lebih memilih bisnis. Apa boleh buat Papa Adri tidak bisa mengatur
jalan hidup Uki, justru dengan demikian bisnis keluarga pun sudah ada calon
penerusnya dan Uki pun masih bisa melakukan hobinya berolahraga.
Uki
pun sampai di gedung tempat kuliahnya. Setelah memarkir sepeda motornya, Uki
pun menghampiri Meta yang sudah menunggu di depan gedung.
“Hey.
Udah lama?” sapa Uki.
“Iya.
Kok kamu tumben jam segini baru dateng?” tanya Meta.
“Iya,
si Sefa bangun kesiangan. Masuk yuk.. itu dosennya udah dateng.”
Meraka
berdua pun masuk ke ruang kuliah, dan mata kuliah pertama unuk hari ini pun
segera dimulai. Uki dan Meta memang satu jurusan dan semesternya pun sama. Jadi
setiap hari Uki bertemu dengan Meta. Meskipun mereka berumur sama-hanya
berjarak beberapa bulan-tapi Meta merasa Uki adalah pria yang sudah cukup
dewasa. Seperti pria yang lebih tua dua atau tiga tahun daripadanya.
Uki
dan Meta sudah lama menjalin hubungan. Uki tertarik pada Meta saat pertama
melihatnya. Mereka berkenalan saat hari pertama ospek dan mulai dekat setelah
masa ospek berakhir. Butuh empat bulan bagi Uki untuk meyakinkan Meta bahwa dia
menyukainya. Hingga sampai sekarang perasaan itu pun sudah lebih dalam lagi.
No comments:
Post a Comment